WATERFRONT
CITY DI PESISIR KABUPATEN MAJENE SULAWESI BARAT
Oleh :
Ulfah Widi Riani
(08151042)
Mata Kuliah Perencanaan Pesisir
Dosen Pengampu :
Ariyaningsih S.T., M.T., M.Sc.
Program Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota
Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Kalimantan
Balikpapan – Kalimantan Timur
2017
Indonesia,
negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ribuan pulau yang dimilikinya. Serta
jutaan kekayaan yang tersimpan di lautnya. Indonesia, terletak pada 6
LU
hingga 11
LS
dan 95
BT
hingga 141
BT. Berada diantara dua samudra, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia dan
dua benua, Asia dan Australia. Dari ribuan pulau yang dimiliki oleh Indonesia,
terdapat beberapa pulau – pulau besar contohnya adalah Celebes atau yang dikenal
oleh masyarakat luas sebagai Sulawesi. Sulawesi merupakan pulau di Indonesia
yang terbagi menjadi 6 provinsi. Salah
satu provinsi yang akan dibahas pada ulasan ini adalah provinsi Sulawesi Barat.
Provinsi Sulawesi Barat merupakan
provinsi yang terbentuk dari hasil pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan.
Sulawesi Barat berdasarkan UU No.26 Tahun 2004 beribukotakan Mamuju. Luas
wilayah provinsi Sulawesi Barat adalah 16.796,19 kilometer persegi. Provinsi
ini karena letaknya yang berada di pantai barat dari pulau Sulawesi, sudah
sangat dikenal dengan berbagai objek
wisatanya. Selain itu, daerah ini juga dikenal sebagai penghasil kakao, kopi,
kelapa, cengkeh, dan sumber daya alam lainya. Provinsi ini memiliki 6 kabupaten
yaitu kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju
Tengah, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Polewali Mandar
Kabupaten Majene merupakan salah
satu kabupaten dari 3 kabupaten yang berada sepanjang garis pantai barat pulau
Sulawesi. Memiliki luas wilayah 947,84 kilometer persegi dengan total populasi
penduduk 137.474 jiwa. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang posisi
wilayahnya strategis dengan panjang garis pantai sepanjang 125 kilometer yang
memanjang dari selatan ke utara. Kabupaten ini memiliki 8 kecamatan dengan
ibukota kabupaten terletak pada kecamatan Banggae. Kabupaten Majene memiliki
jarak kurang lebih 142 kilometer dari Ibukota Sulawesi Barat yaitu Mamuju dan
dapat ditempuh dalam waktu 3 sampai 4 jam perjalanan.
Sebagai salah satu kabupaten yang
berada di pesisir barat pulau Sulawesi, terdapat rencana dari Pemerintah
Kabupaten Majene untuk membangun Waterfront City. Rencana tersebut merupakan
upaya untuk menata Kawasan Perkotaan Majene yang berada di Pesisir dan masih
berupa kawasan pemukiman tradisional serta tampak kumuh. Rencana pembangunan
waterfront city ini juga merupakan hasil dari Program Kotaku yang tertuang
dalam dokumen RP2KPKP. Rencana pembangunan Waterfront City di Kabupaten Majene
mencakup wilayah pantai di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, mulai dari
Kelurahan Pangaliali hingga Kelurahan Baurung. Pembangunan Waterfront City di
Kabupaten Majene ini terdiri dari beberapa segmen. Segmen I terdiri dari pesisir
pantai lingkungan Cilallang hingga Pangaliali dengan luasan pengerjaan 6,5
hekatare dan panjang 1,5 kilometer. Segmen II berada di lingkungan Labuang –
Parappe dengan luas 3,3 hektare dan panjang 2,3 kilometer. Sedangkan untuk
segmen III berada di lingkungan Lembang, Baurung – kawasan Dato yang luasnya
4,7 hektare dan panjang 1,3 kilometer. Sehingga total dari pengerjaan Waterfront
City di Kabupaten Majene ini memiliki luasan sekitar 14 hektare dan panjang 8,8 kilometer.
Pada segmen I Waterfront City Kabupaten
Majene akan dijadikan revitalisasi yang terdiri dari kawasan Water City Center
(Plaza), Mikrobisnis (kawasan kaki lima), kawasan pejalan kaki, kawasan nelayan
terpadu, dan kawasan permukiman. Selain itu, pada segmen I ini juga akan dibuat
anjungan dengan pintu gerbang yang terletak disekitar taman kota. Anjungan yang terdapat pada segmen I tersebut
nantinya akan terdapat masjid apung, taman bunga, taman bermain anak, dan
sebuah museum. Sedangkan taman kota yang merupakan letak pintu gerbang dari anjungan
terdapat penambahan panjang sekitar 100 meter menjorok ke arah laut serta
dilengkapi pelebaran jalan untuk memperlancar akses jalan keluar masuk. Sedangkan
pada segmen II akan dilakukan penataan kawasan lingkungan dan ruang publik di
Labuang hingga Parappe. Penataan tersebut meliputi penataan jalan dan
pedestrian, penataan kapal atau perahu rakyat, penataan taman Anjungan dan
penataan lokasi Sandeq Race (perlombaan perahu sandeq). Serta untuk segmen III yang berada di
Lembang, Baurung hingga kawasan wisata Dato, dalam perencanaannya akan
dijadikan kawasan Pariwisata terpadu diantaranya wisata pantai, kawasan
peristirahatan dan rekreasi, cottage dan restoran, pusat acara kebudayaan,
wisata selam, wisata edukasi Transplantasi Karang, hotel dan resort.
(mandarnews.com)
Definisi dari waterfront sendiri secara bahasa merupakan daerah tepi laut,
bagian kota yang berbatasan dengan air,
daerah pelabuhan (Echols, 2003). Sedangkan waterfront city atau kawasan tepian
air merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota
yang menghadap ke laut, sungai, danau, atau sejenisnya. Bila dihubungkan dengan
dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air
dari komunitasnya yang dalam
pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan akan ruang
publik dan nilai alami ( Carr, 1992). Berdasarkan kedua pengertian tersebut
definisi dari waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak berbatasan
atau dekat dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan
dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Dalam penataan dan pendesainan
waterfront terdapat beberapa kriteria umum sebagai berikut
1)
Berlokasi dan berada di tepi suatu
wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya)
2)
Biasanya merupakan area pelabuhan,
perdagangan, permukiman, atau pariwisata
3)
Memiliki fungsi – fungsi utama sebagai
tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan
4)
Dominan dengan pemandangan dan orientasi
ke arah perairan
5)
Pembangunannya dilakukan ke arah
vertikal – horizontal
(Prabudiantoro,
1997)
Berdasarkan penjelasan tentang
waterfront city yang telah disampaikan diatas dengan rencana pembangunan
waterfront city untuk Kabupaten Majene ini sudah sesuai dengan kriteria umum
penataan dan pendesainan waterfront serta dapat dijadikan sebagai solusi untuk
pembangunan berkelanjutan dan memulihkan resesi ekonomi dan kegiatan lainnya
yang tengah dihadapi oleh masyarakat di Kabupaten Majene. Dari rencana
pembangunan tersebut, terdapat tokoh masyarakat dari Pangaliali yang
menyarankan kepada pemerintah untuk lebih memprioritaskan pembangunan tambatan
perahu yang lebih besar. Selain itu, diharapkan lokasi tambatan perahu tidak
jauh dari lokasi permukiman masyarakat atau tempat tinggal pemilik perahu agar
memudahkan masyarakat untuk mengontrol keberadaan perahu. Serta tambatan perahu
tersebut juga diharapkan multifungsi seperti tahan ombak, kelayakan tempat
parkir perahu, terdapat tempat pengeringan jala, tempat pembuatan rumpon,
tempat peerbaikan perahu, serta tempat bongkar muat ikan yang layak.
Dengan rencana anggaran biaya
pembangunan yang mencapai Rp 220, 278 miliar (http://mamujutoday.com) serta dengan
lokasi pembangunan yang terletak pada Kecamatan Banggae dan Banggae
Timur dimana kedua kecamatan tersebut merupakan PKW atau Pusat Kegiatan Wilayah
yang ada di Kabupaten Majene (Buku Putih Sanitasi Kabupaten Majene tahun 2012).
Adanya rencana strategis waterfront city di Kabupaten Majene ini akan
menghadirkan wajah baru bagi Kabupaten Majene. Sebagai kabupaten yang
mengadopsi konsep dari James Rouse, seorang urban visioner Amerika akan semakin
meningkatkan daya tarik terhadap wisata pesisir di Kabupaten Majene.
Rencana
waterfront city dikabupaten Majene ini sangat didukung oleh kodisi fisik
alamnya serta dari sosial dan budayanya. Dari aspek topografi, Kabupaten Majene memiliki wilayah yang kondisinya
relatif bervariasi yakni, pada sisi selatan merupakan daerah pesisir yang
relatif datar sedangkan pada sisi utara merupakan daerah pegunungan. Dari sisi
sosial budayanya, masyarakat di Kabupeten Majene khususnya masyarakat Baurung,
Kecamatan Banggae Timur terdapat adat Passo. Adat ini merupakan pesta nelayan
sebagai bentuk rasa syukur terhadap keberkahan yang telah diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa dan adat ini sudah
dilaksankan secara turun-temurun. Dengan adanya rencana waterfront ini dalam
hal sosial budaya masyarakat menginginkan bahwa event pesta nelayan dan balap
perahu di kawasan Pantai Dato tetap terlaksana untuk melestarikan kesenian asli
Mandar. Serta diharapkan nantinya dapa menjadi nilai jual pariwisata yang
merakyat, partisipatif, murah meriah tapi tetap diperhatikan dari segi keamanan
dan hal-hal mistiknya. Serta diharapkan juga waterfront city di Kabupaten
Majene ini pengembangannya lebih kepada tata lingkungan yang berdampak pada
kebutuhan ruang publik.
Menurut
saya, rencana strategis terhadap waterfront city di Kabupaten Majene merupakan
rencana pembangunn yang sangat baik dan sangat perlu untuk dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Majene. Namun, dalam pembangunannya tetap harus meninjau
dari berbagai aspek lainnya. Jika dengan adanya rencana pembangunan waterfront
city di Kabupaten Majene mampu meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat di
pesisir Kabupaten Majene maka pembangunannya harus dilaksanakan sebagaimana
perencanaan yang sudah ditetapkan. Namun perlu diingat kembali serta dikaji
lebih dalam agar dapat mengedepankan aspek sustainable development supaya
waterfront city Kabupaten Majene ini mampu
menandingi kota - kota dengan konsep waterfront city terbaik di Indonesia
seperti Makassar, Manado, Balikpapan, Batam, dan sebagainya. Selain mampu
menandingi kota - kota dengan konsep waterfront city terbaik di Indonesia,
perhatian terhadap aspek sustainable development ini juga dapat
dijadikan sebagai batasan pembangunan agar tidak merusak lingkungan alami yang
ada, sehingga manfaat yang ditimbulkan dari pembangunan waterfront city Majene
tidak menjadi manfaat sementara saja. Dalam
usaha meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat, aspek-aspek yang dapat
dikembangkan dalam sektor ekonomi pada
waterfront city Majene ini bisa berupa pariwisata, perdagangan dan jasa seperti
pedagang kaki lima yang ditata dengan apik, wisata kuliner khas Majene, serta
pengolahan hasil sumber daya laut ataupun hasil tangkapan langsung dari
nelayan. Selain dari pengembangan sektor ekonominya, penataan kawasan kumuh
yang terdapat di pesisir Kabupaten Majene juga harus dapat dijadikan prioritas
guna memperindah tata ruang dalam hal ini permukiman yang terdapat di pesisir.
Sehingga masyarakat pesisir di Kabupaten Majene bisa mendapatkan tidak hanya
satu manfaat dari adanya waterfront city di Majenen ini.
Dari adanya rencana waterfront city di kawasan pesisir
Kabupaten Majene, diharapakan agar kota-kota lain di Indonesia yang memiliki
bentuk keruangan berada pada tepi air (pesisir ataupun tepian sungai) dapat
mengikuti jejak dari kota – kota dengan waterfront city terbaik di Indonesia
serta mampu mengikuti langkah Kabupaten Majene yang memulai untuk menata
kawasan tepi airnya. Indonesia negara kepulauan serta terdapat banyak kota dan
daerah yang dilalui oleh sungai – sungai besar, serta masih terdapat banyak
dari kota – kota tersebut yang belum menerapkan konsep waterfont city, dengan
penerapan konsep waterfront city pada kota – kota tersebut kedepannya Indondesia
mampu menjadi negara dengan penerapan waterfront city terbaik dan terbanyak di
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Carr, S., M. Francis, L. G. Rivlin, A.
M. Stone. 1992. Public Space. USA :
Cambridge University Press
Echols,
J. M., and Shadily, H. 2003. Kamus
Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia
Prabudiantoro, B. 1997. Kriteria Citra Waterfront City, Thesis. Semarang : Universitas Diponegoro
Buku Putih Sanitasi Kabupaten Majene
tahun 2012
http://mamujutoday.com/majene-menuju-waterfront-city/
http://mandarnews.com/2017/05/10/benahi-kawasan-pesisir-pemkab-rancang-majene-water-front-city/
http://www.majenekab.go.id/v2/html/profil.php?id=profil&kode=12&profil=Profil%20Majene
Tidak ada komentar:
Posting Komentar